MEET WITH ALEXANDER FRANSESCA.
Artikel ini membahas tentang:Rencana awal ketika berlibur ke Cububur Juction. Kecelakaan parah di depan mata. Orang- orang yang sangat acuh dengan anak kecil yang terluka parah. Membawa anak kecil yang kecelakaan tersebut ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Cibubur. Setelah dia siuman, dia mengatakan “Nama Saiya Alexa”. Tidak jadi berkunjung ke rumah teman saya karena harus merawat Alexander. Mencari alamat orang tua Alexa dengan GPS. Sang ibu yang histeris melihat anaknya masih ada. Perkenalan saya dengan keluarga Alexa. Alexa meminta saya menjadi kakak nya. Pulang ke Kudus dengan pesawat terbang karena waktu cuti sudah hampir habis. Keluarga baru saya di Jakarta.
KISAH SAYA BERTEMU KEBAHAGIAAN DI SEBUAH KELUARGA BARU.
Pada bulan Juni 2010, saya sedang berencana untuk jalan- jalan ke rumah teman akrab saya sewaktu SMK di kota Jakarta yang bernama Randy Estava. Saya sudah mengambil cuti 4 hari untuk melakukan liburan ini. Setelah sampai di Cibubur Juction, saya sedang duduk- duduk di sebuah halte, tiba- tiba saja terjadi kecelakaan tepat di depan mata saya. Salah seorang anakkecil tertabrak sepeda motor yang melaju dengan kencang. Dan orang yang menabrak nya langsung lari. Banyak orang yang berkerumun menyaksikan kecelakaan itu. Saya juga ikut menyaksikan nya. Ternyata seorang anak SMP sedang bersimbah darah dan hampir tak sadarkan diri terkapar di pinggir jalan. Tapi anehnya, orang- orang yang menyaksikan kejadian itu tidak melakukan tindakan apapun. Mereka seakan- akan menunggu polisi datang untuk membereskan kecelakaan lalu lintas itu. Tidak ada satupun orang di tempat itu yang mengetahui identitas anak yang tertabrak itu. Tidak ada idenstitas sama sekali yang di temukan (baik nomor handphone maupun identitas lain di dompet). Saya melihat anak itu sedang hampir sekarat, dan sungguh saya tidak tega dengan kondisinya. Saya coba mendekati anak itu, memegang tubuhnya dan melihat kondisinya lebih jauh lagi. Dia masih bernafas. Tapi dia bersimbah darah banyak sekali. Saya berteriak kepada orang- orang sekitar, “Pak, ada yang kenal anak ini?”, “Ada keluarga yang bisa di hubungi dari anak ini?”. Tapi orang- orang disekitar kejadian itupun sama sekali tidak ada yang merespon dengan serius. Malah beberapa orang mengatakan “Udaah, nunggu polisi datang aja buat beresin hal ini”. Melihat tidak ada sama sekali orang yang simpati, saya langsung mengangkat tubuh anak kecil itu, dan dengan nekat saya memberhentikan mobil. Mobil pertama yang saya coba berhentikan, malah hampir menabrak saya. Untunglah mobil kedua mau berhenti dan mengantar saya dan anak itu ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Cibubur.
Setelah sampai di rumah sakit, saya langsung mengantar anak itu ke UGD. Ketika di tanya oleh resepsionis, saya mengatakan saja bahwa “ini adalah adik saya”. Setelah menunggu dengan was- was kondisi anak itu, satu jam kemudian seorang suster melaporkan bahwa “Pak, adik Anda bisa diselamatkan, tapi kondisinya masih belum sadar penuh. Bapak bisa melihatnya sekarang”. “Oh, ya mbak. Makasih ya. Di kamar mana dia di rawat sekarang?”, tanya ku kepada suster tersebut. “Di Kamar Bonanza, nomor 16. Mohon juga tandatangai terlebih dahulu rincian nota biaya awal rawat inap ini dan silakan melakukan pembayaran awal nya di kasir”, jawab suster tersebut. Ketika saya lihat total biaya awal nya, Saya sangat kaget. Tertera biaya Rp. 15 juta lebih. Saya saat itu memang memiliki tabungan sebesar itu, tapi bila saya gunakan, saya sudah tidak memiliki tabungan lagi. Saya masih ragu untuk melakukan pembayaran biaya di muka tersebut. Karena saya juga takut, jika biaya dimuka nya saja sebesar itu, bagaimana biaya total nya nanti ketika rawat inap nya selesai. Dengan penuh kebingungan, saya tandatangani saja nota biaya awal tersebut dan melangkah menuju ATM Mandiri terdekat untuk mengambil uang.
Uang telah saya ambil. Saya melihat saldo uang saya di ATM sekarang kurang dari 1 juta. Dengan perasaan yang tidak tahu bagaimana, saya berikan semua uang tabungan saya kepada petugas kasir. Setelah itu, saya ke ruangan tempat dimana anak tersebut dirawat. Saya lihat anak itu sedang memakai selang oksigen bantuan. Kepalanya di perban. Ada darah yang menembus perban tersebut. Saya lihat wajah nya, ‘Oooh dia sangat manis sekali. Kulitnya putih. Pasti dia keturunan tionghoa’. Pada waktu itu, dia belum bisa bicara. Tapi, dia masih bisa melihat. Saya pegang tangan nya, dan mengatakan “Semoga cepat sembuh ya, hati- hati lagi kalau di jalan”. Saya lihat dia tersenyum tipis, dan membalas meremas tangan ku, walau balasan remasan tangan nya masih lemas.
Saya kemudian menghubungi teman saya yang di Jakarta, dan mengatakan kalao saya tidak jadi berkunjung. Tapi saya tidak mengatakan alasan sebenarnya bahwa saya harus menemani anak kecil ini sehari penuh. Dengan terpaksa rencana liburan saya kubatalkan. Tapi, tidak apa, karena saya merasa melakukan sebuah kebaikan dan saya lebih menyukai nya. Ketika sarapan pagi datang, saya suapin anak itu. Ketika ke toilet, saya antar dia. Ketika butuh sesuatu, saya mengambilkan dan mencarikan nya untuknya. Malam haripun, saya tidur di samping dia, agar kalau ada apa- apa, saya bisa mengambilkan/ melakukan nya untuk nya. Pada hari kedua, dia sudah bisa berbicara. Pertama kali dia berbicara, dia mengatakan “Terimakasih ya kak, nama saiya Alexander. Nama kakak siapa?”. Kita kemudian banyak mengobrol. Lalu, saya tanya alamat rumah anak itu. Karena tidak ada nomor telp keluarga atau saudara atau teman yang dia ingat, saya pun lalu mencari alamat yang di berikan oleh Alexander tersebut. Ternyata, jarak rumah nya cukup jauh dari lokasi rumah sakit. Sekitar 10 Km. Tapi, karena hari hampir larut malam, saya berencana melakukan pencarian esok pagi saja.
Keseokan harinya, pada hari ketiga, saya mulai mencari alamat rumah yang di berikan oleh Alexander. Saya dengan cukup mudah menemukan alamatnya berkat bantuan Google Maps di smartphone yang saya bawa. Untung saja saya melakukan pencarian di waktu pagi hari. Jadi, suasananya tidak terlalu panas. Setelah tanya beberapa orang, saya kemudian sampai di rumah Alexander. Rumah nya sangat besar, tapi tampak dari luar bukan rumah yang mewah. Lebih tepatnya, rumah itu terlihat seperti model rumah tertutup. Saya tekan bel rumah itu beberapa kali. Setelah menunggu cukup lama (hampir 10 menit), tiba- tiba terdengar suara dari speaker intercom yang di pasang di luar rumah. “Cari Siapa?”. Saya lalu menjawab “Apakah benar ini rumah orang tua Alexander Fransesca yang berumur 10 tahun?”. “Anda siapa?, ada perlu apa anda kesini?, Anda dari pihak mana?”, begitulah suara jawaban dari intercom tersebut yang seakan- akan akan dipenuhi dengan kecurigaan. “Nama saya Willy. Saya bukan dari pihak manapun. Tapi, saya kemarin membawa Alexander ke rumah sakit karena terjadi kecelakaan lalu lintas kepada nya”. Tiba- tiba terdengar suara yang sangat histeris dari speaker intercom tersebut. “Tunggu... Saya akan keluar menemui Anda”. Lalu, seorang wanita keluar membuka pintu utama rumah itu. lalu, dengan sangat penasaran, wanita itu bertanya banyak hal kepada saya. Ternyata, wanita itu adalah ibu Alexander. Namanya Syaharani. Ibu alexander pun langsung mengeluarkan mobil dan menuju ke rumah sakit bersama saya.
Ketika meilihat kondisi Alexander, ibunya langsung menjerit dan menangis. Dia mengucapkan puji syukur berkali- kali kepada Tuhan karena anaknya ternyata masih ada dan selamat. Lalu, saya dan ibu Alexander pun mengobrol banyak hal. Pada waktu itu, Alexander sudah bisa bicara dengan lancar. Dan ternyata, Alexander adalah tipe anak yang suka banyak berbicara. Di depan ibunya, dia menceritakan kisah saya ketika menolong nya “Mah, kak Willy ini mah yang telah menyelamatkan ku. Kakak membawa ku ke rumah sakit ketika gak ada orang lain mau menolong. Kak Willy menghentikan mobil dan hampir tertabrak hanya karena agar aku bisa cepat di rawat di rumah sakit”. Dan... Bla... bla... bla.... Begitulah sekiranya Alexander kalau cerita. Mamah nya tersenyum sangat senang melihat cerita Alexander. Sedangkan diriku, agak malu seakan- akan di promosikan karena hal yang telah ku lakukan. Kemudian, dengan alasan ingin mencari makan, saya keluar dari ruangan itu agar mamah Alexander bisa mengobrol banyak dengan anak tercinta nya.
Setelah selesai makan sore dan jalan- jalan sendirian ke sekeliling rumah sakit, saya kemudian kembali ke ruangan Alexander. Tiba- tiba terlihat sosok lelaki yang sedang ada di samping Alexander. “Pah, ini kak Willy pah yang udah menyelamatkan aku dan merawat ku”. Dengan segera laki- laki itu menjabat tangan ku dan berterimakasih sedalam- dalam nya karena tindakan yang telah ku lakukan. Saya dan keluarga Alexander pun kemudian mengobrol banyak hal. Dari mulai pekerjaan saya, umur saya, tempat tinggal saya, dll. Papah Alexander pun kemudian berkata “Terimakasih atas kebaikan yang Anda lakukan kepada Anak kami. Dia adalah satu- satunya buah hati yang kami miliki di dunia ini. Berapa nomor rekening Anda, biar saya ganti biaya awal rumah sakit yang kamu keluarkan?”. Saya kemudian memberikan nomor rekening saya, dan seketika papah Alexander mentransfer sebuah saldo ke rekening saya. Ternyata papah Alexander baru saja pulang dari Beijing karena mendengar kabar tentang Alexander. Papah nya adalah seorang Manajer di Bank of China. Dia bertanggung jawab terhadap seluruh operasional jaringan Bank tersebut di kawasan Asia Tenggara.
Kami sempat makan malam bersama di ruangan tempat Alexander di rawat. Tiba- tiba saja, Alexander berbisik- bisik kepada mamahnya. Saya tidak tahu apa yang dia katakan, tapi kemudian mamahnya mengatakan sesuatu kepada saya. “Willy, Alexander tuh dari dulu pengen banget punya kakak. Tapi kan tidak mungkin ya !?, karena dia kan anak pertama. Nah, Willy berkenan gak kalau jadi kakak nya Alexander?”. Saya lalu tersenyum mendengar nya. Tiba- tiba saja, Alexander bilang “Ya kak ya, Jadi kakak Alexa ya. Pleese, kak Willy ya”. Sambil meminta berkali- kali, saya pun menjawab nya dengan tersenyum senang “Tentu Alexander. Kakak pun tidak punya saudara kecil di rumah. Karena kakak pun anak terakhir”. “Yees !, makasih kakak ya”, Alexander langsung memeluk ku walau tangan nya masih tertancap selang infus. Dia terlihat sangat senang sekali dengan hal itu. Setelah makan malam selesai, dan ngobrol beberapa waktu, sayapun berpamitan pulang kepada keluarga Alexander. Sebab, sayapun harus segera pulang karena cuti yang saya ambil hanya 4 hari saja.
Ketika saya mau pulang ke Kudus, papah Alexander pun membelikan tiket pesawat terbang untuk saya secara online. Aneh juga rasanya, berangkat ke Jakarta naik Bus, tapi pulang nya naik pesawat. Setelah sampai di Bandara Ahmad Yani- Semarang, saya kemudian mampir ke rumah kakak saya yang ada di kawasan Menoreh Utara- Semarang. Di pagi harinya, saya iseng untuk mengecek saldo rekening saya. Ternyata, soldo yang di transfer oleh papah Alexander sebesar 20 juta. Padahal saya hanya mengeluarkan biaya pengobatan awal untuk Alexander hanya 15 juta saja. Terjadi kelebihan 5 juta. Saya coba untuk menghubungi ayah Alexander, dan mencoba untuk mengembalikan kelebihan uang tersebut. Tapi, papah Alexander tidak mau. Saya coba untuk melakukan transfer kembali, ternyata nomor rekening Ayah Alexander tidak telah di seting agar tidak menerima saldo dari rekening saya. “Saldo 5 juta itu tidak berarti sama sekali bila saya kehilangan anak saya. Terima saja, kami bersyukur telah bertemu orang seperti Anda”. Begitulah yang di katakan oleh Ayah Alexander.
Semenjak kejadian itu, keluarga Alexander telah menganggap saya sebagai Saudara. Sebagai kakak Alexander. Setiap papah Alexander pulang dari Beijing, dia selalu menelfon saya dan membelikan tiket pesawat terbang untuk saya. Saya selalu mengambil cuti liburan jika ayah Alexander pulang. Seperti halnya waktu tanggal 15 November 2012, saya di undang papah Alexander untuk ke Jakarta. Lalu, pada bulan 11 Desember 2012 juga, saya ke rumah Alexander untuk merayakan ultah Alexander. Karena, pada waktu itu, papah dan mamah Alexander sedang pergi ke Taiwan karena suatu urusan. Bulan 1 April 2013 juga saya ke rumah Alexander, disamping saya ada pertemuan organisasi di Jakarta. Kebahagiaan yang saya rasakan, benar- benar menakjubkan. Karena, saya baru merasakan betapa menyenangkan nya memiliki seorang saudara kecil. Seorang adik cowok yang sangat suka sekali berbicara dan bermain. Jika bersama Alexander, seakan- akan semua beban yang saya miliki hilang semua. Larut di dalam sebuah kebahagiaan ketika bersama dia. Pertemuan dengan keluarga baru Alexander inilah nanti yang akan membawa saya pada sebuah dunia yang baru, dan akses ke beberapa organisasi luar negri yang sebelumnya tidap pernah saya jumpai di dalam kehidupan saya. dan yang paling mengagumkan ...!, Keluarga baru saya ini memberikan pengetahuan terhadap sebuah sudut pandang yang baru, yang akhirnya nanti membuat saya memiliki semangat tak terpatahkan (positivisme) dalam menjalani hidup di dunia ini. Kehidupan yang sebelumnya saya pandang sebagai kesalahan, kini menjadi penuh warna dan pantas untuk di perjuangkan. “Live is Like Reading Bike, to Keep Our Balance, We Must Move On !”. Itulah pelajaran kehidupan utama, yang saya dapatkan dari keluarga Alexa !.
0 comments:
Posting Komentar