ALASAN TUHAN MENCIPTAKAN KONSEKUENSI-
GOD DOES’NT PLAY DISC.
Artikel ini berisi tetang:
Bukan
jawaban yang saya cari, namun pertanyaan itu sendiri yang tidak bisa saya
temukan. Apa alasan Tuhan menciptakan konsekuensi. Tuhan tidak bermain dadu.
Beyond good and the Evil- Frederick W Nietsche. Relativitas yang di terima oleh
manusia ketika mendapatkan sesuatu atau melakukan sesuatu. Kelemahan atas
pilihan jalan hidup (masing- masing jalan hidup memiliki konsekuensinya masing-
masing). Penjelasan mengenai sikap yang –terlihat- jahat, namun bijaksana
apabila di terapkan.
Catatan:
Artikel ini adalah sebuah terjemahan karya sastra Frederick W. Nietsche- Beyond
good and the Evil (Diantara hal yang baik dan hal yang buruk). Direkomendasikan
untuk perlu mengetahui aspek lebih lanjut lagi mengenai “Beyond good and the
Evil” untuk lebih mengerti makna yang terkandung dalam artikel ini, dan tidak
terjadi kerancuan pengertian.
KONSEKUENSI ATAS PILIHAN HIDUP.
Saya
menulis artikel ini langsung ketika saya mendapatkan atas jawaban dari misteri
hati saya mengenai “konsekuensi hidup”. Sebuah pertanyaan yang selama bertahun-
tahun mengganjal dalam benak saya. bukan karena saya tidak menemukan jawabannya
selama bertahun- tahun, tapi misteri itu sebenarnya adalah sebuah pertanyaan
yang tidak bisa saya temukan. Pertanyaan itulah misterinya.
Bunyi
dari pertanyaan saya adalah; “apa yang menjadi alasan Tuhan menciptakan
konsekuensi?”. Pertanyaan ini bisa menjawab banyak pertanyaan yang sebelumnya
sangat kompleks. Artinya, pertanyaan ini adalah sebuah filosofi bagi beragam
banyak jawaban. Dengan terpecahkannya satu pertanyaan ini, saya bisa menjawab
banyak hal berbeda dengan hanya satu jawaban saja. Sebelumnya, perlu anda
ketahui. Kosmologi pikiran (alam pikiran) saya adalah bahwa semua hal di dunia
ini memiliki fungsi dan tujuan dalam penciptaan nya. “God did’nt playing Cube”,
atau bila di terjemahkan; “Tuhan tidak bermain dadu”. Itu yang di katakan
einstein ketika berdebat dengan Rohm mengenai mekanika Quantum. Artinya, ya
seperti yang saya katakan di atas; Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu di
dunia ini dengan bermain- main, tapi dengan sebuah tujuan tertentu. Sekarang,
apa yang menjadi tujuan Tuhan menciptakan konsekuensi?. Saya akan menjelaskan
lebih detail dengan sebuah contoh kasus yang menemani agar mudah
menjelaskannya. Misalkan saja; saya menginginkan jadi artis. Taukan, bagaimana
sikap artis kalau dia sudah lama menjadi artis?. Cuek bebek !. percaya deh
dengan saya. saya memiliki teman artis yang sudah berkiprah dalam dunia
entertaimen sejak kelas 4 SD. Walaupun di depan banyak orang terkadang dia
ramah, tapi dalam hati, 95% artis itu cuek bebek dengan fands nya. nah,
sekarang pembahasan kita akan masuk ke dalam metafisika lebih dalam lagi. Ini
mengenai “Baik dan Buruk”. Saya ada sisipan sedikit, Beyond Good and the Evil,
karya Frederick Wilhelm Nietsche dalam artikel ini. seorang artis yang cuek
bebek terhadap fands nya. dia berbohong dan mendustai fands nya ketika
mengatakan “I Love You All”, atau “Tanpa kalian, aku tidak berarti”, atau juga
“kalian adalah hidupku. Tanpa kalian, saya tidak pernah ada di sini”, dan
berbagai macam kata- kata menarik yang di gelontorkan oleh para artis tersebut.
pertanyaan nya, apakah dia tidak merasa berdosa mengatakan hal itu?. atau
sebuah contoh lain; seorang artis yang main sinetron. Dia bekerja dengan
sutradara baru –sutradara yang masih baru dan belum memiliki pengalaman dalam
dunia entertaimen sebelumnya. Artis itu melakukan banyak kesalahan dalam aktingnya.
Sehingga, si sutradaranya marah besar. Karena budget (dana cadangan) yang di
miliki sutradara tersebut sedikit, sehingga karena artis tersebut melakukan
banyak kesalahan dalam akting nya, sehingga banyak film yang terbuang. Karena
banyak film yang terbuang, maka sutradara tersebut kehilangan banyak uang. Dia
kemudian memakai uang budgetnya untuk menutup kerugian tersebut. nah, karena
budgetnya sedikit, kerugiannya tidak bisa di tutup lagi, sehingga filmnya tidak
selesai dan gagal tayang. Itu semua karena kesalahan artis yang menurut
sutradara tersebut tidak pecus bekerja. Tapi, artis tersebut menganggap itu
adalah kesalahan sutradara karena menyiapkan uang budget yang mepet. Apabila
uang budget nya banyak, film itu bisa selesai dan keuntungan dari penayangan
film tersebut akan sangat banyak (bisa menutup kerugian yang banyak pula).
Artis itupun tidak ambil pusing terhadap kerugian sutradaranya. Sutradaranya
marah- marah ke dia, tapi dia malah pulang kerumah seperti tidak memiliki dosa.
Maklum, artis !, pastilah mukanya tebal –kalau tidak bermuka tebal, tidak akan
jadi artis. *** Okey... cukup panjang ya ceritanya. Tetap ikuti terus, karena
penjelasan saya memang panjang –supaya anda mengerti***. Pertanyaan nya, apakah
sikap artis itu bisa di benarkan?. Siapa yang benar dan siapa yang salah?.
Saat
saya pertama kali masuk ke lingkungan organisasi, saya memiliki pembantu yang
memang bertugas membantu saya. saat saya pertama kali bekerja dengan nya, saya
selalu membantunya bila menemui kesulitan. Namun, lambat laun, dia menjadi
manja. Kemudian, saya mengambil keputusan untuk tidak membantunya lagi. Lalu,
terdengar kabar beredar, bahwa menurut dia –Staff saya di kantor- sekarang saya
ini berubah. Tidak lagi pengertian, tidak lagi perhatian, dan keras kepala. Tapi,
saya berfikir, kalau saya membantunya terus, dia tidak akan maju. Dia akan
terus menjadi pribadi yang manja. Di sisi lain, pekerjaan saya sendiri menjadi
berantakan karena saya sering membantunya. Apakah sikap saya salah/ benar?. Dan
kebanyakan dari rekan sejawat saya, memang membantu staff kantor mereka.. ya,
hasilnya, pekerjaan mereka kacau, staff mereka menjadi manja dan pekerjaan
mereka selalu tidak bisa di selesaikan tepat waktu. Tapi, banyak orang
menganggap prilaku saya salah. Mereka berfikir, saya tidak berprikemanusiaan.
Tapi, saya berfikir, saya melakukan semua itu agar mereka bisa mandiri. Kedua
contoh diatas adalah sebuah pertanyaan antara benar dan salah. Siapa yang bisa
menjawabnya?. Mungkin hanya Tuhan. Tapi, untuk sementara, mari kita coba jawab
sendiri.
Ini
adalah sebuah konsekuensi atas hal yang kita perbuat. Atas jalan yang kita
tempuh dan kita pilih. Semua gejolak itu pada dasarnya diterima dengan
kapasitas yang sama –secara objektive, tanpa memperlihatkan sudut pandang orang
tertentu. Tapi, penerimaan kita yang berbeda –bila di pandang secara
subjektive, berdasarkan sudut pandang orang tertentu. Masih bingung?. Saya akan
menjelaskannya lagi. Artis seperti contoh saya di atas, akan menerima kata-
kata kasar dari si sutradara yang bangrut. Anggap saja, si sutradara mengatakan
seperti ini; “eh, artis gak pecus bekerja. Kamu hanya bisa mengacaukan dan
menghancurkan orang lain. Tidak bisa bekerja dengan baik. heran sekali, mengapa
orang bodoh seperti kamu bisa jadi artis !?”. nah, karena yang di caci maki itu
artis, maka orang itu –artis tadi yang di caci maki- akan merasa baik- baik
saja. Artis pastilah orang yang bermuka tebal, tidak banyak memiliki rasa
sungkan atau malu. Tapi, apabila yang di di caci maki adalah seorang kuli
bangunan; “eh, kuli bangunan gak pecus bekerja. Kamu hanya bisa mengacaukan
konstruksi bangunan dan menghancurkan rumah. Tidak mampu bekerja dengan baik. mengapa
orang bodoh seperti kamu bisa di angkat jadi kuli bangunan !?”. kata- kata yang
di lontarkan pada dasarnya sama. Tapi, saya yakin, si kuli bangunan akan lebih
sakit hati menerima kata- kata itu. maklum, kuli bangunan. Yang di kedepankan
hanyalah otot dan emosi ketika mengangkat beban bangunan saja. Nah, penerimaan
inilah yang berbeda. Perasaan si kuli bangunan akan lebih sakit hati, ketimbang
perasaan si artis dengan kata- kata caci maki yang sama.
Dalam
sebuah kehidupan, tidak ada yang baik dan benar. Hal itu tergantung dari si
penerima saja. Tidak ada yang bisa menghakimi seseorang bila dia bersikap anti
sosial di lingkungan masyarakat yang memiliki sosialisasi tinggi. Tidak ada
yang bisa mengatakan bahwa orang itu salah, atau orang itu benar. Jika saya
dalam keadaan seperti ini, di salahkan banyak orang karena sikap saya yang
berbeda atau sikap yang menurut mereka salah, akan saya ambil itu. saya akan
membiarkan orang- orang menganggap diri saya salah. Tidak perlu mengubah
pandangan mereka. karena, memang anda melakukan hal yang beda –yang menurut
mereka salah. Tapi, jika ada kesempatan, berikanlah mereka melihat sudut
pandang anda. Tapi, kebanyakan hal ini tidak mudah dilakukan. Membuat orang
lain membenarkan sudut pandang mereka?, bagi saya, hal ini susahnya minta
ampun. Seperti halnya merubah orang malas menjadi rajin. Ini memerlukan waktu
yang lama dan proses yang panjang. Tapi, yang paling utama yang harus anda
pegang adalah; biarkan mereka menjelek- jelekan anda. karena, pasti mereka
sudah melakukannya. Yang pasti, jangan biarkan ucapan mereka mengganggu posisi
anda. dalam arti; jangan sampai, ucapan mereka menggerogoti pendapat atasan
anda atau relasi anda. yang dimana, hal itu bisa mengakibatkan kedudukan anda
goyah dan –bisa saja- tumbang. Asalkan itu semua adalah ucapan, yang tidak
berpengaruh dengan posisi anda, biarkan mereka mengatakan apa saja tentang
anda. ini adalah konsekuensi anda. konsekuensi mengambil jalan yang berbeda.
Kelebihan anda, anda bisa lebih maju daripada rekan anda yang lain –dengan
memilih jalan yang berbeda. Sisi buruk/ Resiko anda; anda akan di hujat banyak
orang –dan anda akan merasakan banyak serangan. Posisi anda lebih rancu.
Sekarang, ini mengenai soal pilihan saja; yang mana yang harus anda pilih?.
Hidup tenang sebagai orang yang biasa saja. Atau, hidup dengan tantangan
sebagai orang yang lebih maju?.
Mereka
–yang hidup biasa saja- juga akan memiliki kekurangan/ kesedihan/ kendala lain
juga kok. Orang yang hidup tenang, biasanya di hantui dengan perasaan bosan
karena melakukan aktivitas monoton. Dan terlebih, mereka akan ketakutan
setengah mati apabila menghadapi tantangan baru. Dan, mereka sering berfikir,
untuk lebih memiliki standart kehidupan yang lebih baik, namun mereka tidak
mampu menggapainya –karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menggapainya.
Bukan keresahan hati yang mereka rasakan, melainkan rasa merana diri. Merana
sebagai orang yang menginginkan sesuatu, tapi tidak mampu menggapainya. Jika
seorang yang ingin maju, mereka bisa merasakan kehidupan mewah, merasakan
asyiknya kehidupan yang tidak pernah dirasakan orang awam. Tapi, efek buruknya,
mereka akan menemui banyak tantangan dan hambatan. Terkadang di puncak atas,
terkadang juga di bawah. Itu semua konsekuensi. Saya tidak pernah menemui orang
yang mendapatkan sesuatu tanpa harus melakukan konsekuensi atas perbuatan/
hasil yang dia lakukan/ dapatkan.
Namun,
untuk menghadapi jalan yang telah anda pilih, atas konsekuensi yang harus anda
tanggung, anda harus bisa membuatnya menjadi “relative” agar anda bisa mengendalikan
diri anda di posisi anda. lakukan hal yang menurut anda harus anda lakukan.
walaupun hal tersebut terkadang tampak tabu bagi masyarakat awam. Anda tidak
bisa memperoleh hal yang spesial dengan cara yang umum. sepanjang sejarah, saya
belum pernah menemuinya.
Jadi,
intinya, semua hal ada konsekuensinya. Baik yang hidup sederhana, maupun yang hidup
bergelimang harta. Konsekuensi di ciptakan Tuhan agar manusia menderita/
merasakan sakit. Alasan Tuhan menciptakan rasa sakit adalah agar manusia bisa
merasakan nikmat/ bahagia. Apa yang anda rasakan apabila semua keinginan anda
terpenuhi?. Tentu saja rasa bosan. Setelah anda melewati tantangan panjang
dalam menggapai sesuatu, barulah anda merasakan kebahagiaan. Apabila sesuatu di
dapatkan dengan mudah, pasti kegembiraan yang di hasilkannya akan setara dengan
kesedihan yang di akibatkan atas apa yang telah dilakukan sebelumnya. Artinya,
kebahagiaan anda sedikit karena kesulitan dalam melaluinya pun sedikit. Ini
adalah sebuah ilmu pengetahuan untuk anda dan saya, agar bisa lebih bahagia
karena mengerti hidup. Kebahagiaan itu tidak ada tolok ukurnya. Tapi,
kebahagiaan itu bisa di ukur oleh subjek yang anda tuju. Apabila saat ini anda
adalah seorang karyawan dengan gaji yang mencukupi, anda bisa merasa bahagia
dan menjalani aktivitas monoton –yang tentu suatu saat akan menjadi kebosanan-
jika anda membandingkan diri anda dengan kehidupan orang- orang primitif di
pulau Papua. Tapi, jika anda membandingkan standart kehidupan anda dengan artis
papan atas dunia, anda akan merasa merana. Karena posisi anda lebih rendah dari
mereka. tapi, tetap, apapun jalan yang anda pilih, selalu ada konsekuensinya.
Catatan Kaki: Artikel ini adalah sebuah
penterjemahan dari sebuah karya sastra Frederick Wilhelm Nietsche- Beyond good
and the Evil. Saya mencoba menjelaskan nya kepada orang yang ingin tahu
mengenai karya sastra tersebut, dengan bahasa yang lebih mudah di pahami
daripada buku aslinya –yang sangat sulit di pahami.
Penulis
dan penterjemah makna: Willy Yusuf Rahmadi.
0 comments:
Posting Komentar