Rabu, 08 Mei 2013

Konsekuensi Atas Pilihan Hidup.

ALASAN TUHAN MENCIPTAKAN KONSEKUENSI- GOD DOES’NT PLAY DISC.

Artikel ini berisi tetang:
Bukan jawaban yang saya cari, namun pertanyaan itu sendiri yang tidak bisa saya temukan. Apa alasan Tuhan menciptakan konsekuensi. Tuhan tidak bermain dadu. Beyond good and the Evil- Frederick W Nietsche. Relativitas yang di terima oleh manusia ketika mendapatkan sesuatu atau melakukan sesuatu. Kelemahan atas pilihan jalan hidup (masing- masing jalan hidup memiliki konsekuensinya masing- masing). Penjelasan mengenai sikap yang –terlihat- jahat, namun bijaksana apabila di terapkan.
Catatan: Artikel ini adalah sebuah terjemahan karya sastra Frederick W. Nietsche- Beyond good and the Evil (Diantara hal yang baik dan hal yang buruk). Direkomendasikan untuk perlu mengetahui aspek lebih lanjut lagi mengenai “Beyond good and the Evil” untuk lebih mengerti makna yang terkandung dalam artikel ini, dan tidak terjadi kerancuan pengertian.


KONSEKUENSI ATAS PILIHAN HIDUP.
Saya menulis artikel ini langsung ketika saya mendapatkan atas jawaban dari misteri hati saya mengenai “konsekuensi hidup”. Sebuah pertanyaan yang selama bertahun- tahun mengganjal dalam benak saya. bukan karena saya tidak menemukan jawabannya selama bertahun- tahun, tapi misteri itu sebenarnya adalah sebuah pertanyaan yang tidak bisa saya temukan. Pertanyaan itulah misterinya.

Bunyi dari pertanyaan saya adalah; “apa yang menjadi alasan Tuhan menciptakan konsekuensi?”. Pertanyaan ini bisa menjawab banyak pertanyaan yang sebelumnya sangat kompleks. Artinya, pertanyaan ini adalah sebuah filosofi bagi beragam banyak jawaban. Dengan terpecahkannya satu pertanyaan ini, saya bisa menjawab banyak hal berbeda dengan hanya satu jawaban saja. Sebelumnya, perlu anda ketahui. Kosmologi pikiran (alam pikiran) saya adalah bahwa semua hal di dunia ini memiliki fungsi dan tujuan dalam penciptaan nya. “God did’nt playing Cube”, atau bila di terjemahkan; “Tuhan tidak bermain dadu”. Itu yang di katakan einstein ketika berdebat dengan Rohm mengenai mekanika Quantum. Artinya, ya seperti yang saya katakan di atas; Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan bermain- main, tapi dengan sebuah tujuan tertentu. Sekarang, apa yang menjadi tujuan Tuhan menciptakan konsekuensi?. Saya akan menjelaskan lebih detail dengan sebuah contoh kasus yang menemani agar mudah menjelaskannya. Misalkan saja; saya menginginkan jadi artis. Taukan, bagaimana sikap artis kalau dia sudah lama menjadi artis?. Cuek bebek !. percaya deh dengan saya. saya memiliki teman artis yang sudah berkiprah dalam dunia entertaimen sejak kelas 4 SD. Walaupun di depan banyak orang terkadang dia ramah, tapi dalam hati, 95% artis itu cuek bebek dengan fands nya. nah, sekarang pembahasan kita akan masuk ke dalam metafisika lebih dalam lagi. Ini mengenai “Baik dan Buruk”. Saya ada sisipan sedikit, Beyond Good and the Evil, karya Frederick Wilhelm Nietsche dalam artikel ini. seorang artis yang cuek bebek terhadap fands nya. dia berbohong dan mendustai fands nya ketika mengatakan “I Love You All”, atau “Tanpa kalian, aku tidak berarti”, atau juga “kalian adalah hidupku. Tanpa kalian, saya tidak pernah ada di sini”, dan berbagai macam kata- kata menarik yang di gelontorkan oleh para artis tersebut. pertanyaan nya, apakah dia tidak merasa berdosa mengatakan hal itu?. atau sebuah contoh lain; seorang artis yang main sinetron. Dia bekerja dengan sutradara baru –sutradara yang masih baru dan belum memiliki pengalaman dalam dunia entertaimen sebelumnya. Artis itu melakukan banyak kesalahan dalam aktingnya. Sehingga, si sutradaranya marah besar. Karena budget (dana cadangan) yang di miliki sutradara tersebut sedikit, sehingga karena artis tersebut melakukan banyak kesalahan dalam akting nya, sehingga banyak film yang terbuang. Karena banyak film yang terbuang, maka sutradara tersebut kehilangan banyak uang. Dia kemudian memakai uang budgetnya untuk menutup kerugian tersebut. nah, karena budgetnya sedikit, kerugiannya tidak bisa di tutup lagi, sehingga filmnya tidak selesai dan gagal tayang. Itu semua karena kesalahan artis yang menurut sutradara tersebut tidak pecus bekerja. Tapi, artis tersebut menganggap itu adalah kesalahan sutradara karena menyiapkan uang budget yang mepet. Apabila uang budget nya banyak, film itu bisa selesai dan keuntungan dari penayangan film tersebut akan sangat banyak (bisa menutup kerugian yang banyak pula). Artis itupun tidak ambil pusing terhadap kerugian sutradaranya. Sutradaranya marah- marah ke dia, tapi dia malah pulang kerumah seperti tidak memiliki dosa. Maklum, artis !, pastilah mukanya tebal –kalau tidak bermuka tebal, tidak akan jadi artis. *** Okey... cukup panjang ya ceritanya. Tetap ikuti terus, karena penjelasan saya memang panjang –supaya anda mengerti***. Pertanyaan nya, apakah sikap artis itu bisa di benarkan?. Siapa yang benar dan siapa yang salah?.

Saat saya pertama kali masuk ke lingkungan organisasi, saya memiliki pembantu yang memang bertugas membantu saya. saat saya pertama kali bekerja dengan nya, saya selalu membantunya bila menemui kesulitan. Namun, lambat laun, dia menjadi manja. Kemudian, saya mengambil keputusan untuk tidak membantunya lagi. Lalu, terdengar kabar beredar, bahwa menurut dia –Staff saya di kantor- sekarang saya ini berubah. Tidak lagi pengertian, tidak lagi perhatian, dan keras kepala. Tapi, saya berfikir, kalau saya membantunya terus, dia tidak akan maju. Dia akan terus menjadi pribadi yang manja. Di sisi lain, pekerjaan saya sendiri menjadi berantakan karena saya sering membantunya. Apakah sikap saya salah/ benar?. Dan kebanyakan dari rekan sejawat saya, memang membantu staff kantor mereka.. ya, hasilnya, pekerjaan mereka kacau, staff mereka menjadi manja dan pekerjaan mereka selalu tidak bisa di selesaikan tepat waktu. Tapi, banyak orang menganggap prilaku saya salah. Mereka berfikir, saya tidak berprikemanusiaan. Tapi, saya berfikir, saya melakukan semua itu agar mereka bisa mandiri. Kedua contoh diatas adalah sebuah pertanyaan antara benar dan salah. Siapa yang bisa menjawabnya?. Mungkin hanya Tuhan. Tapi, untuk sementara, mari kita coba jawab sendiri.

Ini adalah sebuah konsekuensi atas hal yang kita perbuat. Atas jalan yang kita tempuh dan kita pilih. Semua gejolak itu pada dasarnya diterima dengan kapasitas yang sama –secara objektive, tanpa memperlihatkan sudut pandang orang tertentu. Tapi, penerimaan kita yang berbeda –bila di pandang secara subjektive, berdasarkan sudut pandang orang tertentu. Masih bingung?. Saya akan menjelaskannya lagi. Artis seperti contoh saya di atas, akan menerima kata- kata kasar dari si sutradara yang bangrut. Anggap saja, si sutradara mengatakan seperti ini; “eh, artis gak pecus bekerja. Kamu hanya bisa mengacaukan dan menghancurkan orang lain. Tidak bisa bekerja dengan baik. heran sekali, mengapa orang bodoh seperti kamu bisa jadi artis !?”. nah, karena yang di caci maki itu artis, maka orang itu –artis tadi yang di caci maki- akan merasa baik- baik saja. Artis pastilah orang yang bermuka tebal, tidak banyak memiliki rasa sungkan atau malu. Tapi, apabila yang di di caci maki adalah seorang kuli bangunan; “eh, kuli bangunan gak pecus bekerja. Kamu hanya bisa mengacaukan konstruksi bangunan dan menghancurkan rumah. Tidak mampu bekerja dengan baik. mengapa orang bodoh seperti kamu bisa di angkat jadi kuli bangunan !?”. kata- kata yang di lontarkan pada dasarnya sama. Tapi, saya yakin, si kuli bangunan akan lebih sakit hati menerima kata- kata itu. maklum, kuli bangunan. Yang di kedepankan hanyalah otot dan emosi ketika mengangkat beban bangunan saja. Nah, penerimaan inilah yang berbeda. Perasaan si kuli bangunan akan lebih sakit hati, ketimbang perasaan si artis dengan kata- kata caci maki yang sama.

Dalam sebuah kehidupan, tidak ada yang baik dan benar. Hal itu tergantung dari si penerima saja. Tidak ada yang bisa menghakimi seseorang bila dia bersikap anti sosial di lingkungan masyarakat yang memiliki sosialisasi tinggi. Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa orang itu salah, atau orang itu benar. Jika saya dalam keadaan seperti ini, di salahkan banyak orang karena sikap saya yang berbeda atau sikap yang menurut mereka salah, akan saya ambil itu. saya akan membiarkan orang- orang menganggap diri saya salah. Tidak perlu mengubah pandangan mereka. karena, memang anda melakukan hal yang beda –yang menurut mereka salah. Tapi, jika ada kesempatan, berikanlah mereka melihat sudut pandang anda. Tapi, kebanyakan hal ini tidak mudah dilakukan. Membuat orang lain membenarkan sudut pandang mereka?, bagi saya, hal ini susahnya minta ampun. Seperti halnya merubah orang malas menjadi rajin. Ini memerlukan waktu yang lama dan proses yang panjang. Tapi, yang paling utama yang harus anda pegang adalah; biarkan mereka menjelek- jelekan anda. karena, pasti mereka sudah melakukannya. Yang pasti, jangan biarkan ucapan mereka mengganggu posisi anda. dalam arti; jangan sampai, ucapan mereka menggerogoti pendapat atasan anda atau relasi anda. yang dimana, hal itu bisa mengakibatkan kedudukan anda goyah dan –bisa saja- tumbang. Asalkan itu semua adalah ucapan, yang tidak berpengaruh dengan posisi anda, biarkan mereka mengatakan apa saja tentang anda. ini adalah konsekuensi anda. konsekuensi mengambil jalan yang berbeda. Kelebihan anda, anda bisa lebih maju daripada rekan anda yang lain –dengan memilih jalan yang berbeda. Sisi buruk/ Resiko anda; anda akan di hujat banyak orang –dan anda akan merasakan banyak serangan. Posisi anda lebih rancu. Sekarang, ini mengenai soal pilihan saja; yang mana yang harus anda pilih?. Hidup tenang sebagai orang yang biasa saja. Atau, hidup dengan tantangan sebagai orang yang lebih maju?.

Mereka –yang hidup biasa saja- juga akan memiliki kekurangan/ kesedihan/ kendala lain juga kok. Orang yang hidup tenang, biasanya di hantui dengan perasaan bosan karena melakukan aktivitas monoton. Dan terlebih, mereka akan ketakutan setengah mati apabila menghadapi tantangan baru. Dan, mereka sering berfikir, untuk lebih memiliki standart kehidupan yang lebih baik, namun mereka tidak mampu menggapainya –karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menggapainya. Bukan keresahan hati yang mereka rasakan, melainkan rasa merana diri. Merana sebagai orang yang menginginkan sesuatu, tapi tidak mampu menggapainya. Jika seorang yang ingin maju, mereka bisa merasakan kehidupan mewah, merasakan asyiknya kehidupan yang tidak pernah dirasakan orang awam. Tapi, efek buruknya, mereka akan menemui banyak tantangan dan hambatan. Terkadang di puncak atas, terkadang juga di bawah. Itu semua konsekuensi. Saya tidak pernah menemui orang yang mendapatkan sesuatu tanpa harus melakukan konsekuensi atas perbuatan/ hasil yang dia lakukan/ dapatkan.

Namun, untuk menghadapi jalan yang telah anda pilih, atas konsekuensi yang harus anda tanggung, anda harus bisa membuatnya menjadi “relative” agar anda bisa mengendalikan diri anda di posisi anda. lakukan hal yang menurut anda harus anda lakukan. walaupun hal tersebut terkadang tampak tabu bagi masyarakat awam. Anda tidak bisa memperoleh hal yang spesial dengan cara yang umum. sepanjang sejarah, saya belum pernah menemuinya.

Jadi, intinya, semua hal ada konsekuensinya. Baik yang hidup sederhana, maupun yang hidup bergelimang harta. Konsekuensi di ciptakan Tuhan agar manusia menderita/ merasakan sakit. Alasan Tuhan menciptakan rasa sakit adalah agar manusia bisa merasakan nikmat/ bahagia. Apa yang anda rasakan apabila semua keinginan anda terpenuhi?. Tentu saja rasa bosan. Setelah anda melewati tantangan panjang dalam menggapai sesuatu, barulah anda merasakan kebahagiaan. Apabila sesuatu di dapatkan dengan mudah, pasti kegembiraan yang di hasilkannya akan setara dengan kesedihan yang di akibatkan atas apa yang telah dilakukan sebelumnya. Artinya, kebahagiaan anda sedikit karena kesulitan dalam melaluinya pun sedikit. Ini adalah sebuah ilmu pengetahuan untuk anda dan saya, agar bisa lebih bahagia karena mengerti hidup. Kebahagiaan itu tidak ada tolok ukurnya. Tapi, kebahagiaan itu bisa di ukur oleh subjek yang anda tuju. Apabila saat ini anda adalah seorang karyawan dengan gaji yang mencukupi, anda bisa merasa bahagia dan menjalani aktivitas monoton –yang tentu suatu saat akan menjadi kebosanan- jika anda membandingkan diri anda dengan kehidupan orang- orang primitif di pulau Papua. Tapi, jika anda membandingkan standart kehidupan anda dengan artis papan atas dunia, anda akan merasa merana. Karena posisi anda lebih rendah dari mereka. tapi, tetap, apapun jalan yang anda pilih, selalu ada konsekuensinya.

Catatan Kaki: Artikel ini adalah sebuah penterjemahan dari sebuah karya sastra Frederick Wilhelm Nietsche- Beyond good and the Evil. Saya mencoba menjelaskan nya kepada orang yang ingin tahu mengenai karya sastra tersebut, dengan bahasa yang lebih mudah di pahami daripada buku aslinya –yang sangat sulit di pahami.
Penulis dan penterjemah makna: Willy Yusuf Rahmadi.

0 comments: